Nawala Patra

Selasa, 22 Desember 2015

Diary: Bandara

Perjalanan pagi, debu pun belum terlihat, sisa pancaran cahaya mewarisi warnanya yang terlihat satu-satu dari semak belukar. Motor melaju, menuju arah bandara, sisa embun itu masih terasa, hingga udara pun dingin, menusuk pada dua tubuh.

Perjalanan menuju bandara Pattimura bersama Fitri. Seorang kekasih sekalian permata hati. Dia mengantar Saya sampai di bandara, menunggu saya sampai selesai check in. Dia menunggu Saya diluar, seperti kebanyakan orang. Setelah melakukan check in Saya kembali menemuinya. Sempat juga Saya mencarinya ketika kembali di tempat ia menungguku, dia duduk di paling pojok, jauh dari tempat Saya meninggalnya sebelumnya.

Setelah ketemu Fitri, Saya langsung pamitan, “Saya sudah mau berangkat,” dia mengganggukan kepala dengan wajah pasi. Saya tau wajah itu, Saya tau roman mukanya, dia sedih. “Iya! Hati-hati di sana.” Katanya.

Kita kembali ke arah parkiran, beberapa motor berjejer, salah satunya motor Fitri, Mio Z warna pink. Di situ, Saya keluarkan motornya dari tempat parkir, dan menyalakan mesin motor sembari menatapnya dalam-dalam. Tatapanku hampir basah, melihatnya duduk bersiap untuk kembali, Dia kembali menoleh ke arahku, Saya pegang kedua pipinya serta memberikan satu ciuman pada testanya, Fitri hanya diam.

Fitri melaju dengan kendaraannya, Saya hanya berdiri dan menatapanya dari jauh, sisa-sisa debu beterbangan menghampiriku, beberap butir debu itu masuk ke kelopak mataku, sontak  tubuhku seirama dengan gerak tangan kuarahkan ke mata kanan, dan mengucanya hingga rasah peri itu hilang seketika.

Saya  menuju arah bandara, menuju pintu satu. Pesawat Lion Air yang Saya tumpangi sedang bersiap, beberapa orang berjalan masuk menuju pintu depan, ada juga masuk dari pintu belakang. Saya berjalan masuk, tempat duduk Saya di pojok kiri no 39 C, setelah duduk, saya mengirim pesan, “Sayang beta sudah di pesawat, tempat duduk no 39 C,” Pesan itu terkirim.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar