Nawala Patra

Senin, 03 Agustus 2015

Puluhan Jahitan Di Bhayangkara

         Bilik Bhayangkara, Rumah Sakit, yang berada di pelataran lokasi Kepolisian, Tantui. Ruangan mutiara, tepat paling pojok kiri dari arah masuk pintu gerbang. Mutiara adalah ruangan perawatan bagi para pasien yang mengalami luka serius. di Mutiara pula, laki-laki yang berusia 21 Tahun, Yusuf namanya, berbaring menahan sakit di sekujur badan. 20 jahitan di bagian tangan dan kaki, membuatnya harus menanggung sakit, pedih atas apa yang dia alami menjelang subuh, benturan itu terjadi bersama sepeda motornya, pada 28 juli 2015, sekitar pukul 04.00 Wit. di kediaman Desa Batu Merah.

Separuh Doa' Di Kota Jawa

Matahari tampak terbenam, bias jingga memudar di kaki langit, Sementara sang Mu'azin dengan suara merdu dan lantang menyerukan Adzan, Isyarat memuji dan memuja sang pencipta, Mencipta akan seluruh jagat Raya. Keindahan suara itu, mengajak sang bocah yang berada di tepi pantai bergegas laju menuju arah sang Mu'azin, suara itu pun terhenti, sang bocah tiba di masjid, rumah ibadah bagi Agama Islam.

Al- huda, bangunan Masjid yang berada di persimpangan Jalan Ir. M Putuhena, Desa Rumah Tiga, Kota Jawa, berdiri kokoh menghadap laut arah Barat. Sementara, arah kiblat menuju darat arah timur, dengan merdu dan memikat, suara sang imam yang terdengar melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an secarah faseh, suara itu terdengar dari dekat dinding-dinding Al- Huda, tembok beton berwarna putih. Sang bocah pun mengikuti ritual wajib sebelum memulai sembahyang. berwudhu, mensucikan kedua telapak tangan sampai kaki.

La Tuba'a Sang Marbot Al-huda

    Sejak 1959 Sang Kakek bertualang di Negri Raja-Raja, kota Ambon. Proses perjalanan panjang dari Negeri Kraton, Kota Bau-Bau, yang di kenal sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
sang kakek yang berusia mendekati 70 tahun ini, Akhirnya Menghabiskan masa mudanya di tanah rantau bersama istri dan dua orang putranya. sekarang, sang kakek tinggal di Kota Jawa, kecamatan Teluk Ambon.

    La Tuba'a laki-laki dari dua orang anak ini harus menghabiskan masa hidupnya di negeri raja-raja. Sejak 1959, saat kota ambon masih dalam keadaan rimba belantara, kehidupan ekonomi masih di bilang sulit, bahkan transportasi dari Kota Jawa masih menggunakan perahu, dimana masyarakat masih perlu habiskan tiga jam untuk menempuh kendaraan sebagai transportasi menuju kota Ambon. Saat itu pusat transportasi masih berada di daerah Galala, atau sekarang kita kenal sebagai tempat Fery, transportasi yang menghubungkan Galala-Poka.

    Tuba'a dengan usia yang cukup tua, dan wajah yang terlihat keriput itu harus menghabiskan masa tuahnya sebagai seorang Marbot. Sejak 2010, Tuba'a ikhlas bekerja sebagai pembersih lingkungan sampai ruang Masjid yang di jadikan sebagai tempat ibadah. Pekerjaan tersebut dilakukan setiap hari, tanpa memperdulikan berapa rupiah yang akan ia dapatkan untuk mendapatkan sesuap Nasi.

    Lima Tahun hidup sebagai seorang duda, baginya, diusia yang begitu lanjut berbagai pekerjaan sudah tak mampu ia kerjakan, selain menjadi seorang pembersih tempat ibadah di Kota Jawa. Wajah keriput tua itu, tampak tak terlihat wajah lelah, hanya ada senyum yang terpancar dari tatapan matanya yang kian nanar, ketakutan akan kematian pun begitu hilang. Bahkan rasa syukur itu terucap beberapa kali saat menceritakan perjalanan dari tanah kelahihrannya hingga menjadi seorang Marbot di tanah rantau.