Tek..! Tek..! Tek..!
Suara tempurung di bilik 2x3 meter. Rasid Rumbia (49), Mengayunkan parangnya
melepaskan kulit kelapa.
Tangan kirinya memutar
buah kelapa, tangan kanannya terus memotong tempurung. Kulit tempurung pecah
terpanggal dan bertumpuk di biliknya.
Rasid, pedagang di
pasar Arumbai melakoni pekerjaannya sebagai penjual kelapa parut. “Sudah enam tahun
berjualan kelapa parut,” kata Rasid, tanpa jedah ia terus mengayunkan
parangnya.
200 sampai 300
buah kelapa yang habis terjual. Rasid melakoni pekerjaannya setiap hari, dari
pagi hingga malam. “Jam lima sudah harus di pasar, sampai jam sembilan malam.”
Tutur Rasid, lelaki kelahiran Pasarwajo, Sulawesi Tenggara.
Ia mendapat
kelapa dari seorang pemborong yang dibeli dari Desa Olas dan Tanah Goyang,
Seram Bagian Barat (SBB), Piru. Rasid, lelaki lima orang anak ini mengaku setiap
subuh harus merebut kelapa dari penyuplai. “Beli per buah dua ribu rupiah, ada
yang sampai tiga ribu.” Ujarnya.
Harga yang
berbeda di dapatkan dari penyuplai. Tergantung pada ukuran buah kelapa. Dalam
sehari ia membeli sebanyak 400 buah. Adapun yang tersisah, tidak semua kelapa
dihabiskan sehari. “Tergantung ramainya pasar, dalam sehari ada yang tersisah
20 buah,” ujarnya, sambil menikmati sebatang rokok ditangannya.
Untuk
melancarkan kerjanya sebagai penjual kelapa parut, Rasid harus bekerja sama
dengan tiga orang penyuplai. Hal ini
dilakukan supaya tidak terputus berjualan kelapa parut setiap hari.
Dari penjualannya,
Rasid mendapatkan keuntungan 300 ribu per hari. “Keuntungannya 300 ribu rupiah
sehari, kadang juga kurang dari itu.” Tutur dia, sembari membersihkan tempurung
kelapa di tempat jualannya.
Siang itu, buah
kelapa berjejer di meja jualan. Halima Manaban (38), istri Rasid sibuk memarut
dan membersihkan buah kelapa. Kelapa diparut sesuai permintaan pembeli.
Sementara yang di pajang pada meja, hanya buah kelapa yang belum diparut,
dengan harga yang berbeda. “Dua buah enam ribu, Bu!” kata Halima.
Halima menjawab
seorang perempuan yang tengah menunjuk buah kelapa yang terpampang di mejanya.
Sambil memerhatikan pembeli yang berdiri di
depan meja jualannya. Tangannya tak lekang memarut buah kelapa yang
dimasukan satu-satu.
Nasir Mansur
(58), rekan kerja Rasid. Nasir penyuplai kelapa yang dibeli dari Olas dan Tanah
Goyang. Kemudian dijual kembali kepada Rasid.
Nasir Mansur tiga
hari sekali menghabiskan 2000 buah kelapa untuk pedagang di pasar Arumbai. “Beta bali dari orang di kampung dua juta
untuk 2000 buah.” Katanya, yang tengah duduk manis di tempat jualan Rasid.
Hal ini
dilakukan setiap hari. Pengangkutan kelapa dengan mengunakan Trek mininya, L
300. Mobil tersebut miliknya sendiri. Ia dibantu dua orang kariawan, yang
dibayar seratus ribu per hari. Nasir, selalu menjaja pulau seram untuk membeli
buah kelapa. Kelapa 2000 buah yang di beli, dengan seribu rupiah per buah.
“Modal dua juta
rupiah, beta membeli kelapa dari tiga orang dengan jumlah 2000 buah. Di pasar
beta jual dengan harga tiga ribu untuk pedagang,” ujar Nasir, penyuplai kelapa
di pasar Arumbai.
Nasir, ayah tiga
anak ini mengaku punya pekerjaan sampingan. Selain penyuplai kelapa, ia bekerja
sebagai buruh bangunan. Hal ini dilakukan sebagai kerja sampingan. “Ya, kalo belum ada buah kelapa yang
terkumpul, beta biking batu-bata
untuk jual.” Ujar dia sambil meneguk kopi hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar