Pulang kedua. Kali ini beta pulang untuk besuk Idul Fitri di kampung
halaman--Yaputih, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Masohi.
Sabtu 2 Juli 2016. Sore itu beta bertolak dari Tulehu menuju Amahai, dan
beristirahat di Masohi. Karena keberangkatan di sore hari, tidak
memungkinkan ada angkutan (mobil) dari Masohi ke Yaputih. Beta melewati
jalur laut. Kapal yang beta tumpangi--Santika Torpedo. Dengan Torpedo
satu--setengah jam untuk jarak tempuh Tulehu--Amahai.
Di Torpedo,
penumpang tidak cukup 2000 orang. Mereka punya tujuan yang berbeda:
ada yang jenguk keluarga, mudik lebaran, dan urusan lain. "Beta cuma
pulang besuk orangtua." Ujar anggota Brimob Ambon angkatan 2005-2006
itu. Di ruang tunggu pelabuhan Tulehu.
Ada dua orang bocah yang
duduk di dekat beta. Ian (10) dan Henso (9) mereka bersama kakak
perempuannya. Dua bocah itu siswa SD Teladan di Salobar, Ambon. Mereka
punya tujuan yang sama: berlibur. Tujuan liburan untuk mengunjungi
keluarga yang tinggal di Waitetes, kilometer delapan, Masohi. "Katong
tinggal di Ambon, ini cuma liburan di saudara." Kata Inge (21), sambil
memegang erat tempat duduknya. Akibat gelombang menghadang.
Saat
gelombang menghantam badan kapal, Ian terkejut. "Kalau tenggelam, katong
pakai pelampung sana," kata Henso sambil menunjuk ke arah kotak berisi
baju pelampung orens. Sambil bercakap-cakap dengan Henso, adiknya.
Tepat di dek II. Suara histeris melambai. "Haaa, takut. Mama ...!" Suara yang datang dari para penumpang.
Suara-suara terkejut. Laki-laki dan perempuan ikut histeris. Torpedo
diamuk gelombang. Terdengar bunyi keras seperti seorang pemain voli
memukul bola.
Lantai kapal berwarna biru, bukan untuk meletakan
barang bawaan penumpang saja. Tapi tempat orang-orang berludah. Tidak
ada satu orang pun yang berlalu-lalang, kecuali Nahkoda dan Anak Bua Kapal (ABK) periksa
tiket. Saat gelombang menampakkan taringnya. Beta lihat seorang lelaki
bertubuh hitam, tinggi terpelesat. Wajah pucat pasi mulai tampak pada
mimik senyumnya.
Sore itu ombak enggan untuk berdamai. Para bayi
di gendongan ibu ikut terbangun. Kursi di ruang itu harus
berpindah-pindah. Seorang ibu hampir terpelanting saat kursi yang
diduduki bergeser. Besi penangkal di kaki kursi tampak rapuh. Dan sambil
tersenyum ia memandang ke arah penumpang di belakangnya, yang melihat
adegan itu. Walaupun begitu perempuan paruh baya itu tidak berpindah
tempat duduk. Karena berjalan lebih berbahaya dari pada menempati tempat
duduknya.
Suara bayi menangis histeris. Seperti ketakutan. Di
gendongan ibunya dia tidak merasa nyaman. Karena sudah hampir 15 menit
tanpa henti, ia terus menangis. Ian dan Henso duduk di dekat jendela,
ikut tertidur pulas. Akibat amuk gelombak mereka tampak mual. Ian harus
memegang kertas plastik kuning. Bersiap-siap menagkis muntah, sehingga
ia tidak perlu muntah di luar jendela.
Cuaca hari ini cukup
menegangkan. "Huuu! Ya ampun," Teriak penumpang saat gelombang laut
semakin membesar. Ada yang meraba dada. Ada yang harus tunduk tanpa
memandang laut. Entah, gelombang itu cukup menakutkan. Gelombang hari
itu bukan hanya membuat muntah. Ada yang harus membatalkan puasa demi
kenyamanan di kapal. Walaupun sekadar meneguk air mineral, aqua. Di
Torpedo, berbeda dengan kapal Tidar, Ngapulu, dan kapal Pelni lainnya,
penumpang diberi jatah makan dan minum.
Di buritan kapal terdapat
teras seluas 4x2 meter. Teras tanpa atap. Di teras itu banyak diduduki
laki-laki muda. Orang yang tidak punya rasa takut yang berlebihan.
Mereka tampak santai. Saat gelombang menghujat, ada yang tersenyum
menikmati. Ada pula yang hanya diam. Bahkan ada yang harus tertawa
terbahak-bahak saat melihat penumpang lain ketakutan. "Hahaha," suara
dari teras buritan kapal.
Pukul 16. 48 Wit Torpedo meninggakan
tanjung Latu. Latu, satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Seram
Bagian Barat (SBB), Piru. Di tanjung itu, hanya gumpalan awan mengitari
pesisir pantai. Atap rumah tertutup awan, Latu tampak nanar. Begitu pun
perkampungan di Pulau Saparua.
Beta melihat ombak itu memecah
bunga putih di atas kulit air. Dari Tulehu, laju kapal tidak normal.
Bukan karena bentuk kapal yang reyot. Atau mesin yang gangguan. Tapi,
gelombang sore itu menghambat putaran mesin. Berbeda dihari sebelumnya.
Torpedo semacam rusa yang pincang akibat tertembak.
Tepat Pukul
17.10 Wit Torpedo tiba di pelabuhan Amahai. Wajah penumpang yang
ketakutan kembali berseri. Laki-laki--perempuan. Tua--muda. Mereka
semacam rusa bertemu oase di padang safana. Tampak girang. Karena merasa
bebas dari gelombang yang mengundang maut saat Torpedo lepas landas
dari Tulehu ke Amahai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar