Nawala Patra

Senin, 11 Juli 2016

Libur Dibesuk Gelombang

Pulang kedua. Kali ini beta pulang untuk besuk Idul Fitri di kampung halaman--Yaputih, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Masohi. Sabtu 2 Juli 2016. Sore itu beta bertolak dari Tulehu menuju Amahai, dan beristirahat di Masohi. Karena keberangkatan di sore hari, tidak memungkinkan ada angkutan (mobil) dari Masohi ke Yaputih. Beta melewati jalur laut. Kapal yang beta tumpangi--Santika Torpedo. Dengan Torpedo satu--setengah jam untuk jarak tempuh Tulehu--Amahai.

Di Torpedo, penumpang tidak cukup 2000 orang. Mereka punya tujuan yang berbeda: ada yang jenguk keluarga, mudik lebaran, dan urusan lain. "Beta cuma pulang besuk orangtua." Ujar anggota Brimob Ambon angkatan 2005-2006 itu. Di ruang tunggu pelabuhan Tulehu.


Ada dua orang bocah yang duduk di dekat beta. Ian (10) dan Henso (9) mereka bersama kakak perempuannya. Dua bocah itu siswa SD Teladan di Salobar, Ambon. Mereka punya tujuan yang sama: berlibur. Tujuan liburan untuk mengunjungi keluarga yang tinggal di Waitetes, kilometer delapan, Masohi. "Katong tinggal di Ambon, ini cuma liburan di saudara." Kata Inge (21), sambil memegang erat tempat duduknya. Akibat gelombang menghadang.

Saat gelombang menghantam badan kapal, Ian terkejut. "Kalau tenggelam, katong pakai pelampung sana," kata Henso sambil menunjuk ke arah kotak berisi baju pelampung orens. Sambil bercakap-cakap dengan Henso, adiknya.
Tepat di dek II. Suara histeris melambai. "Haaa, takut. Mama ...!" Suara yang datang dari para penumpang.
Suara-suara terkejut. Laki-laki dan perempuan ikut histeris. Torpedo diamuk gelombang. Terdengar bunyi keras seperti seorang pemain voli memukul bola.

Lantai kapal berwarna biru, bukan untuk meletakan barang bawaan penumpang saja. Tapi tempat orang-orang berludah. Tidak ada satu orang pun yang berlalu-lalang, kecuali Nahkoda dan Anak Bua Kapal (ABK) periksa tiket. Saat gelombang menampakkan taringnya. Beta lihat seorang lelaki bertubuh hitam, tinggi terpelesat. Wajah pucat pasi mulai tampak pada mimik senyumnya.

Sore itu ombak enggan untuk berdamai. Para bayi di gendongan ibu ikut terbangun. Kursi di ruang itu harus berpindah-pindah. Seorang ibu hampir terpelanting saat kursi yang diduduki bergeser. Besi penangkal di kaki kursi tampak rapuh. Dan sambil tersenyum ia memandang ke arah penumpang di belakangnya, yang melihat adegan itu. Walaupun begitu perempuan paruh baya itu tidak berpindah tempat duduk. Karena berjalan lebih berbahaya dari pada menempati tempat duduknya.

Suara bayi menangis histeris. Seperti ketakutan. Di gendongan ibunya dia tidak merasa nyaman. Karena sudah hampir 15 menit tanpa henti, ia terus menangis. Ian dan Henso duduk di dekat jendela, ikut tertidur pulas. Akibat amuk gelombak mereka tampak mual. Ian harus memegang kertas plastik kuning. Bersiap-siap menagkis muntah, sehingga ia tidak perlu muntah di luar jendela.

Cuaca hari ini cukup menegangkan. "Huuu! Ya ampun," Teriak penumpang saat gelombang laut semakin membesar. Ada yang meraba dada. Ada yang harus tunduk tanpa memandang laut. Entah, gelombang itu cukup menakutkan. Gelombang hari itu bukan hanya membuat muntah. Ada yang harus membatalkan puasa demi kenyamanan di kapal. Walaupun sekadar meneguk air mineral, aqua. Di Torpedo, berbeda dengan kapal Tidar, Ngapulu, dan kapal Pelni lainnya, penumpang diberi jatah makan dan minum.

Di buritan kapal terdapat teras seluas 4x2 meter. Teras tanpa atap. Di teras itu banyak diduduki laki-laki muda. Orang yang tidak punya rasa takut yang berlebihan. Mereka tampak santai. Saat gelombang menghujat, ada yang tersenyum menikmati. Ada pula yang hanya diam. Bahkan ada yang harus tertawa terbahak-bahak saat melihat penumpang lain ketakutan. "Hahaha," suara dari teras buritan kapal.

Pukul 16. 48 Wit Torpedo meninggakan tanjung Latu. Latu, satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Piru. Di tanjung itu, hanya gumpalan awan mengitari pesisir pantai. Atap rumah tertutup awan, Latu tampak nanar. Begitu pun perkampungan di Pulau Saparua.

Beta melihat ombak itu memecah bunga putih di atas kulit air. Dari Tulehu, laju kapal tidak normal. Bukan karena bentuk kapal yang reyot. Atau mesin yang gangguan. Tapi, gelombang sore itu menghambat putaran mesin. Berbeda dihari sebelumnya. Torpedo semacam rusa yang pincang akibat tertembak.

Tepat Pukul 17.10 Wit Torpedo tiba di pelabuhan Amahai. Wajah penumpang yang ketakutan kembali berseri. Laki-laki--perempuan. Tua--muda. Mereka semacam rusa bertemu oase di padang safana. Tampak girang. Karena merasa bebas dari gelombang yang mengundang maut saat Torpedo lepas landas dari Tulehu ke Amahai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar