Nawala Patra

Kamis, 02 Juli 2015

Pengakuan Perempuan Katolik

     Marcellia Monika Ola, perempuan yang bekerja di cafe Ekspres, mengaku agamanya Katolik. Saat sambutan tangannya menyapaku, meminta berkenalan, "Maaf ! boleh kenalan ?" Tanya perempuan itu sambil mengulurkan tangannya. "Boleh !" jawabku sambil menyambut uluran tangannya, monika langsung menyebut nama aslinya, begitu sebaliknya aku. Perasaan takut itu menjamahku, melihat tingkah perempuan Katolik itu.

    Perempuan itu tanpa canggung merapatkan kursi duduknya di depanku, sambil mengajakku bercerita, tanpa rasah malu, monika membuka percakapannya, "mau brangkat kemana bang ?" tanya Monika. "Ohh.. tidak, hanya antar teman," jawabku sambil menunduk malu. Aku pun merasah aneh melihat tingkahnya yang sedikit berani. Namun, keanehan yang aku rasakan tidak merugikanku. lantunan cerita semakin ramai, atas tingkahnya yang sedikit berani, akupun berani dalam mengutarakan segalah hal tentang apa yang perlu aku tanyakan tentang dia.


    Perempuan berkebaya batik dengan ukiran warna coklat, mesrah menyapaku saat mampir di kafe itu. Aku menggauli kenyamanan di pagi yang petang. "Sudah berapa lama kerja disini?" aku mengawali pertanyaanku. "Satu tahun lebih, dari awal februari 2014," dengan jelas Monika menjawabnya. Sehelai kata demi kata ku rangkai menjadi sebuah kalimat yang panjang, menghabiskan dua jam bercerita di kafe Ekspres. Bagiku, Monika adalah perempuan yang jenius, mudah mendapatkan seorang sahabat, tanpa harus menyembunyikan sifat malunya.
   
    Dia mengatakan semua asal-usulnya, entah, mengapa dia sangat mempercayai orang yang baru ia kenal, membagi ceritanya untuk di dengar, "Ayahku asli dari tenggara dan masih bercampur darah Afrika, dari kakek. Sementara Ibu, Asli Tionghoa, Serta Pamanku, sudah beragama islam, saat merantau di Malaisya," dia bercerita dengan terbuka. Perpaduan berbagai macam suku dan ras, membuatnya harus mengenal siapa saja. "Kalau bang Ikhsan ?" Monika menanyakan asal-usulku, dan aku menceritakan tentang apa yang Monika tanyakan.

    Perempuan itu tampak kaget saat aku menyebut tempat tinggalku, "Aku tinggal di STAIN, Desa Batu Merah" Monika mengerutkan keningnya penuh heran, saat mendengar ceritaku. "Apakah STAIN itu masih di kota Ambon?" "Iya, memangnya kamu belum pernah kesana, atau mendengar nama STAIN?" "belum !" jawab Monika sambil menggeleng kepalanya. Yang saya tau hanya  pasar dan Karpan (Karang Panjang), Monik mulai menjelaskan, bahwa, khusus di kota Ambon, Monika belum pernah kemana-mana selain dua tempat tadi, dan lingkungan tempat tinggalnya, Negeri Laha.

    Kita terlarut dalam percakapan yang panjang, cerita antara dua agama yang berbeda, Monika sang gadis Katolik, menceritakan  Aktivitasnya sehari-hari. Selain beraktivitas di tempat kerjanya, sebagai kariawan di kafe Ekspres, Bandara Pattimura, dia juga seorang yang beragama, yang tak pernah meninggalkan Aktivitas Gerejani sebagai hamba Tuhan. Proses dimana manusia bermunajat sesuai keyakinan, serta ajaran agamanya.

    "Bang, ini kan bulan Ramdhan, dimana bulan bagi saudara Muslim untuk menjalankan Puasa. Ternyata sama seperti kita, agama Katolik, berpuasa juga, menahan makan dan minum, namun proses puasanya selama empat puluh hari,dilakukan pada setiap bulan Maret, setelah itu dilanjutkan dengan hari Paskah." Dengan bebas tanpa memperdulikanku, dia menceritakan aktivitas yang biasa dilakukan agama Katolik, yang mirip dengan Agama Islam di bulan Ramadhan.

    "Paskah adalah hari dimana Agama Khatolik menyambut baru Krisma" . Dengan wajahnya yang anggun, tanpa memperdulikan pengunjung disekitar kita, Monika menceritakan semua yang pernah ia jalani. Mulai dari proses pendewasaan, dimana seorang anak diharuskan mengikuti proses Baptis sebagai bentuk pengakuan, bahwa dia sudah dewasa dan berhak menanggung semua perbuatannya di hadapan Tuhan. Adapun Hari Raya, yang biasanya dikenal dikalangan muslim dengan Hari Idul Fitri, yang dilakukan setelah puasa di Bulan Ramadhan, sementara di Khatolik atau khususnya Ummat Kristen di kenal dengan Hari Natal, yang dirayakan pada 25 Desember.

    Begitulah pengakuan perempuan Khatolik, dengan ramah monika menceritakan berbagai macam kesamaan yang ada diantara beberapa Agama. Akupun terjebak dalam ritme ceritanya, sosok perempuan yang tanpa canggung memperkenalkan dirinya. Sementara beberapa teman kerjanya, sesekali melirik bahkan menguping percakapan kita, bahkan ada yang menganggap aku adalah pacar baru dari perempuan Khatolik itu. "Pacar baru ya..?" tanya seorang pemuda dengan nadah mengejek. "Ah tidak, ini teman baru" Monika membantah, sambil menatapku dingin. Melihat tingkahnya yang sedikit aneh, saat mendengar pertanyaan rekan kerjanya.

    Pengakuan terhadap kesamaan yang dimiliki antara Islam dan Katolik, membuatku merasah dan berfikir sedalamnya, merasa ada kesamaan antara kepercayaan kami yang selama ini kami yakini. Cerita di bilik Ekpres pagi itu menitip sebuah pesan bagiku, Tentang kehadiran kita dimuka bumi ini, dengan berbagai macam perbedaan suku, ras, agama. Namun, perbedaan ini bukan sebagai pembatas untuk kita tidak saling memahami antara satu dengan yang lainnya.

    moment itu membawaku pada nuansa baru yang istimewa, dimana aku dapat berbagi dengan seseorang yang memiliki latar belakang keyakinan yang berbeda. Seseorang yang belum pernah aku kenal sebelumnya, Namun kelangsungan waktu yang menjadikan kita semakin akrab untuk berbagi cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar