Nawala Patra

Jumat, 05 Juni 2015

PENGALAMAN SERIKAT JURNALIS KEBERAGAMAN

Dok pribadi: Wawancara Khusus Bersama Usman Anas (47), di Masjid Ahmadiyyah, Transito, Majilok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Rabu, 06 Mei 2015

Pengalaman di Mataram
Sebelumnyasayamenganggapkegiatan yang di selenggarakanSerikatJurnalisKeberagaman (SEJUK) di Mataram, 04-06 Mei 2015, Hanyalahaktivitasbiasa, sekedarbereforia, berbagipengalamanterkaitduniakejurnalistikan. Atausemacamkegiatandiskusibiasa yang dilakukanolehparajurnalis.
Namun, dibaliksemuaaktivitas SEJUK,banyakhalyang sayaambil untuk menambahkhazanahkeilmuan saya sebagai Jurnalis di kampus. Sehingga, dengan sedikit saya mulai belajar untuk mengaplikasikannya. Menurut saya, siapa saja bisa menjadi seorang jurnalis, tapi tak semua jurnalis, mampu menjalankan apa yang di praktekkan oleh SEJUK, selalu mengedepankan unsur kemanusiaan terhadap kelompok minoritas, lewat berita yang di sajikan.
Satuhal yang dapa tsaya petikdari kegiatan SEJUK di Mataramadalah, proses pendidikanya.Melalui workshop tersebut, kita di ajarkan untuk melihat berbagai macam aksimedia mainstream yang menjadi sumber provokasi, dan melupakan hak-hak minoritas yang harus di lindungi.Sungguh menakutkan, kaum minoritas di jadikan tumbaldalamp raktekdiskriminasikelompokmayoritas.
Peserta workshop dilatih untuk mampumelahirkankaryakeilmuannya sebagaijurnalis kampus. Terutama dalam melihat isu-isu keberagaman yang makin marakdi publikasikan, Menciptakanjurnalis yang memihakpadakeberagamandan kelompok-kelompok yang selamainidipinggirkan.
Kesaksian Sang Mubaligh
Satu bukti nyata yang dapatsayaambildari workshop di Mataram adalah, kelompokAhmadiyyah di Transito, Majilok. TempatpengungsianAhmadiyyah.Sesuai dengan hasil wawancarakami bersamaUsmanAnas (47), yang pada saat itu sebagai Mubaligh di kelompok tersebut.
Anas (47) mengatakan, berbagai macam diskriminasi yang di lakukan terhadap kelompoknya. Ungkapannya mengetuk hati saya sebagai manusia,dan mempengaruhi saya untuk terus belajar, melanjutkan titah perjuangan SEJUK, terhadap kaum minoritas.
Menurutnya, mereka diperlakukan dengan berbagai kekejaman. Aksi brutal ini, dilakukan  berdasarkan pemahaman kelompokAhmadiyyah yang dianggap menyimpang dari ajaranAl-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Dan pada akhihrnya 160 jiwa ini menghabiskan sisa hidup mereka di lokasi pengungsian. MenurutpengakuanAnas, Al-Qur’an mereka pun dibakar, pembantaianterhadapperempuan,bahkan di bacok sampai mati.Sebagian anak-anakmengorbankanpendidikanmereka, hartadanrumah-rumahmereka di bumihanguskantanpanurani.
Padahal, Negara menjaminkebebasanberagama,berkeyakinan.Apakah besok nanti Ahmadiyyah akan mengalami hal serupa seperti masyarakat Rohingya, yang terdampar di Negri berjuluk serambi Mekkah, berdasarkan Diskriminasi kelompok Mayoritas.
PemahamandanPandangan Keberagaman
Disinilah peran media massa sangat dibutuhkan, serta pemahaman jurnalis dalam meliput isu keberagaman. Bagaimana menciptakan sebuah karya yang mendidik terhadap pentingnya toleransi.
Berkat kegiatan Workshop yang dilakukan oleh Sejuk sangat berpengaruh terhadap pandangan saya terkait isu keberagaman, terutama di Provinsi Maluku, kota Ambon, yang sering terjadi konflik antar agama, antar suku.Tujuannya adalahmembangun,kapasitasjurnalis kampus dalammeliputisu-isukeberagaman yang berperspektif, pluralismedankeadilan gender.
Pembinaan SEJUK, adalah menciptakan jurnaliskampusyang mampumelahirkankarya-karyajurnalistik,dimana karya tersebut memihakpadakeberagaman,serta mengutamakan unsur kemanusiaan dari kelompokminoritas yang selamainidipinggirkan.Inilah satu keberuntungan yang saya dapatkan dari Workshop di Mataram.
Kenapajiwatoleransiituharus di tanamkan, tidak lain untukmenebassekatyang menjadi pembatas antaradua kelompokyang berbeda. Menurut Isran Noor, harmonisai yang indah terjadi atas nada-nada yang berlainan.
Sesuai visi SEJUK, terbentuknyamasyarakat Indonesia, dengandukungan media massa, yang menghormati, melindungidanmempertahankankeberagaman, bagiandaripembelaanatashakasasimanusia.
hal demikian telah di buktikan lewat Workshop SEJUK yang dilaksanakan di tiap-tiap daerah, Semoga pergerakan yang di bentuk oleh SEJUK selalu hidup, serta menciptakan jurnalis Indonesia yang sadar akan toleransi. Dan menolak intoleransi berdasarkan keberagaman yang menjadi suatu keindahan yang di gambarkan oleh Isran Noor, mantan Bupati Kutai Timur (Kutim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar